Ketika itu, saya masih kelas tiga SMU. Tepatnya di sebuah SMU tidak terkenal yang berada di Jawa Tengah. Kala itu, seperti biasa seorang murid SMU yang berencana meneruskan studinya, belajar-mati-matian untuk bisa diterima di perguruan tinggi pilihan. Akan tetapi saat itu, hati saya masih bimbang, bingung, atau masih tidak jelas arahnya, seperti telur yang akan jatuh dari tanduk kerbau, tidak seorang pun bisa menduga telur itu akan jatuh kearah mana. Di tengah kegalauan hati seorang pujangga itulah, akhirnya saya dengan masih dipenuhi tanda Tanya mencoba ikut ujian di sebuah universitas negeri yang katanya telah ‘diswastakan’, yaitu Ujian Masuk Universitas Gadjah Mada (UM UGM). Saat itu, saya malas-malasan untuk belajar, tidak mood, tidak bertenaga, tidak bergairah, tidak nafsu makan (itu tanda-tanda kurang darah kali ya…), pokoknya malas semuanya lah (kok susah sih ngomongnya). Saat itu saya belum juga mutusin mau milih jurusan mana, program studi apa, mau ngambil mata kuliah apa, dosennya siapa, (iya lah, kan belum kenal). Seperti bisa ditebak, bahkan anak TK pun pasti bisa menebak juga, saya gagal lulus UM UGM. Detik demi detik berdetak dengan begitu cepatnya, menit demi menit seakan begitu saja berlalu, bahkan sang hari pun seakan lupa menyapa kita (sok puitis J). Akhirnya dalam suatu pagi yang cerah, kicau burung bernyanyi untuk membuka mata ini agar terjaga dari tidurnya, kakak saya membersihkan rumah (nyapu-nyapu), sebenarnya udah kebiasaan sehari-hari sih. Tiba-tiba kakak menanyakan kepada saya tentang jurusan yang akan saya pilih nanti saat SPMB. Secara tidak terlalu sadar (maklum baru bangun tidur) saya menyampaikan kegalauan hati ini kepada kakak, bahwa saya sampai detik ini belum menemukan jurusan yang cocok, atau lebih tepatnya jurusan yang saya minati.
Setelah itu saya juga bercerita bahwa saat kemarin UM UGM, saya sebenarnya juga ga tentu juga mau masuk ke jurusan apa. Akhirnya jejaka itu (maksudya saya), tiba-tiba, seperti mendapat jurus baru. Sang kakak hanya bilang, sebaiknya tujuan itu, kamu tetapin dulu. Baru setelah ada tujuan, kamu ada jalan untuk meraihnya.
Seperti seorang yang berjalan dalam suatu perjalanan, jika dia tidak mempunyai tujuan, dia akan berjalan terus sepanjang hidupnya dengan tidak jelas hendak kemana, sedangkan suatu saat dia akan dipanggil Allah. Nah begitu pula perjalanan hidup ini, harus punya tujuan yang jelas agar kita bisa meraihnya. Dan begitu pula SPMB, kamu harus punya tujuan dulu, baru bisa semangat saat belajar. Jelas kan dik?. Kurang lebih begitu ucapan kakak saya. Mulai saat itu, saya lebih giat belajarnya, karena saya sudah mempunyai tujuan untuk SPMB tahun ini, yaitu jurusan terfavorit di Institut Teknologi Bandung. Kata orang jurusan itu sulit ditembus, karena selain passing gradenya yang tinggi, banyak juga orang yang minat di jurusan itu. Tapi, dengan dukungan kakak, dan anggota keluarga saya (bapak, ibu, nenek, kakek, teteh, aa’, adik, dsb), serta dukunngan teman-teman satu SMA, saya tetap berpendirian untuk masuk di jurusan tersebut. Akhirnya detik yang dinanti-nantikan telah tiba, genderang SPMB sudah ditabuh, soal sudah mulai dikerjakan. Singkat cerita, saya diterima di jurusan tersebut. Yang lebih keren juga, satu SMU ada dua orang yang lulus di jurusan yang sama. Suatu kebanggaan bagi sebuah SMU tidak ternama. Hikmah: buatlah suatu tujuan hidup, lukislah cita-citamu, goreskan penamu untuk membentuk kurva cita-cita. Baik dunia dan akhirat. Itulah kekuatan kita, seorang muslim yang beriman. Kekuatan cita-cita itulah yang membuat Rasulullah menjadi mampu menaklukkan kota Mekah, dengan cita-cita itulah yang membuat Islam berada di semua penjuru bumi, dan dengan cita-cita itulah kita bersama kafilah da’wah ini berjuang bersama untuk mewujudkan tegaknya dien Islam hingga tidak ada fitnah di muka bumi ini....Allah Ghayatuna!!
Ditulis oleh seorang “jawa badui”, (Bukan Arab Badui, dan tidak semua orang Jawa adalah Badui. Seorang yang sedang berjuang dalam barisan da’wah ini, meskipun dengan kontribusi yang masih sangat kecil sekali.) |
kisah yang menarik...
saya jadi teringat ama DMM 2003
lupa materi apaan,yg jelas pengisinya Sony Sugema.
si bapak nanya ke peserta dmm, "siapa aja disini yg bercita-cita menyelamatkn Al Quds?"
tau ga,yg ngacung berapa orang?
cuman satu.waktu sy ceritakan ke temen,dia bilang, "padahal cita-cita kan ga bayar ya Pit".
Yah,yang jelas,mo cita-cita gratisan atopun bayar kek,kalo ga pernah dibayangkan atopun diimpikan,akan susah direalisasikan menjadi sebuah kenyataan.
Seperti yg pernah dikatakan syaikh Hasan Al Banna :
Janganlah kalian putus harapan, karena putus harapan bukanlah akhlak Islam. Apa yang kini terjadi adalah impian kemarin, impian sekarang adalah kenyataan hari esok. Sementara itu, orang-orang lemah tetap lemah sepanjang hidupnya, orang kuat tidak akan abadi dengan kekuatannya untuk selama-lamanya.