Hujan semakin deras mengguyur Depok. Jaket hijauku kurapatkan ke tubuh. Masjid Ukhuwwah UI cukup sepi, hanya beberapa orang ikhwan terlihat asyik menekuri mushaf Al-Quran di lantai bawah. Aku tidak mungkin balik ke Surabaya hari ini, karena besok masih ada bahan proposal yang harus aku cari di perpustakaan. Alhamdulillah, ada adik ikhwan teman seperjuangan FSLDKN XII yang akan menjemput. Sekedar mengusir sepi, kuayun langkah ke arah mading. ‘Info FSLDK’, tulisan itu segera menyita perhatianku. FSLDK kembali mengadakan aksi serentak penolakan terhadap pelarangan jilbab di sekolah negeri oleh pemerintah Perancis. Targetnya Kedubes Perancis untuk Indonesia ‘di-PHK’. Wonderfull! Ghirahku menggelora. Aku ingat semua kenangan setahun lalu, suka duka FSLDKN XII. “Afwan Mas, ana telat”. Suara seorang ikhwan mengagetkanku. Beriringan kami menuju mobil di depan gerbang mesjid. Di sepanjang jalan, Ahmad dengan sedih bercerita tentang kondisi tim FSLDK sekarang yang kurang semangat, kurang solid dan sederet kondisi lainnya. “Untuk mengkoordinir aksi jilbab Perancis itu saja sulit”, katanya. Rona sedih mulai membayang di wajahku. Teringat betapa ikhwah-ikhwah sebelumnya yang penuh ghirah mengemban amanah ini. Aku ingat, waktu itu juga kami sempat mengalami ‘kelemahan ghirah’, sampai seorang ukhti mempersembahkan sebuah rangkaian kata mutiara yang tersusun indah, sebuah taushiyah. Seorang ukhti yang selalu mengusung amanah dakwah dengan penuh ghiroh jihad, walaupun kanker tengah menggerogoti tubuhnya. Semoga Allah merahmatimu di FirdausNya, ukhti fillah! Untuk antum yang sedang mengemban amanah di Lembaga Dakwah Kampus –bersama Forum Silaturrahminya- serta antum yang mengemban amanah di wajihah mana pun, kubuka kembali copy surat taushiyah yang masih kusimpan indah sampai hari ini. Semoga untaian hikmahnya menyalakan kembali ghiroh juang kita, di wajihah mana pun kita. Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Subhanallah, nahmaduhu wa nastaghfiruhu, Ash-sholatu wassalamu ‘ala rasuluhu, Muhammad SAW. Ana awali tulisan ini dengan merangkai basmalah dan istighfar, semoga Allah menjaga untaian kata ini dari berbagai fitnah, dan menjadikannya semata untuk perbaikan dakwah. Sebab, pada Allah lah semuanya bermuara. Nur-Nya lah yang akan mampu menunjuki kita pada perbaikan kualitas dalam mengemban amanah mewarisi misi para Nabi ini, Insya Allah. Bersama bait-bait nada ‘La Tas-aluni’ dari klub nasyid Tarbiyah, ana menekan tuts-tuts keyboard, mengajak kita semua merenungi kembali dan bertanya kembali tentang kehidupan kita ini. “La tas-aluni ‘an hayati, fahia asrorul hayat …” (Jangan kalian tanya tentang hidupku. Ia adalah kehidupan yang penuh misteri... ) Kesempurnaan adalah sebuah hal yang mustahil kita raih, dalam kapasitas apa pun. Namun, cukup lah ke-Maha Sempurna-an Allah menjadi motivasi bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas amal kita. Karena, kita bergantung kepada zat yang Maha Sempurna, akan kah kita ‘merasa nyaman’ dengan berbagai kekerdilan diri kita tanpa upaya perbaikan yang kontinyu? Ikhwah, FSLDK adalah sebuah amanah besar yang ada di pundak kita saat ini, dan di sekeliling kita, begitu banyak ikhwah yang setia menanti karya-karya besar kita untuk akselarasi dan sinergisasi gerak dakwah lewat wajihah Lembaga Dakwah Kampus ini. Perjalanan amanah ini menuntut profesionalisme kerja dari kita semua. Amanah yang nantinya akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ikhwah, Adalah layak untuk kita mengevaluasi perjalanan amanah kita sampai hari ini. Sudah optimalkah kita menjalankan amanah kita? Puluhan juta, bahkan ratusan juta dana yang kita habiskan tiap dwitahunan dalam washilah FSLDK, adakah itu sebanding dengan manfaat yang kita peroleh dalam penataan LDK se-Indonesia? Mari membuat daftar pertanyaan sebanyaknya! Ikhwah, Kalau jawabnya kita belum optimal, apa penyebabnya? Apakah pemahaman kita tentang washilah ini yang kurang, kemampuan kita kah yang terbatas, atau –naudzu billah- ruh dakwah kita kah yang mulai hambar? Kalau jawabnya tidak sebanding, apa yang harus kita lakukan? Manajemen kita kah yang harus diperbaiki, atau memang washilah ini kurang tepat guna? Mari cari jawaban dari tiap pertanyaan itu! Ikhwah, Ana –dan ana yakin antum juga- punya sebuah ‘mimpi indah’. Mimpi yang membuat ana sedih, ketika di pagi hari ana dihadapkan pada kenyataan bahwa ana harus membuka jendela kamar. Kesedihan yang kemudian ana sadari semestinya menjadi bahan bakar ruh jihad dan nafas harokah islamiyyah. Antum tau, ketika itu aroma yang tertangkap oleh indera pembau adalah aroma kering … aroma kelelahan zaman menanti hadirnya sosok-sosok mujahid dakwah yang mengusung SEMANGAT BARU, menapaki jejak-jejak pemuda Ash-Habul Kahfi mencari ridho Ilahi. ‘Kegelisan zaman itu seakan berbisik lewat angin yang berhembus perlahan, bersama mentari yang mengintip malu di balik awan. Dia bergumam: kapan kah gerangan para warotsatul anbiya’ itu berteriak lantang untuk menebar semerbak harum syariat Islam di bumi ini? SEMANGAT BARU JEJAK PEMUDA ASH-HABUL KAHFI MENCARI RIDHO ILAHI ……………………. Mimpi itu ikhwah, ana yakin bukan lah cerita negeri dongeng, atau lakon kartun yang utopi. Mimpi itu hanyalah sebuah harapan sederhana, yang berkisah tentang dakwah yang semerbak, bak bunga-bunga mekar di taman firdaus. Bayangkan …………….. Suatu hari antum terbangun di sepertiga akhir malam, sekitar jam 3 WIB. Setelah memanjatkan doa, antum bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Air wudhu mengaliri anggota tubuhnya meninggalkan kesejukan yang lembut. Lalu pakaian sholat yang harum mulai antum rapikan di tubuh yang ringkih ini. Sesaat sebelum lafaz niat qiyamullail antum lantunkan, indera pendengar antum menangkap sayup-sayup suara tangis yang syahdu menyayat hati. Subhanallah, suara itu milik tetangga sebelah kanan rumah yang sedang qiyamul lail juga. Bukan suara tangis menahan malu karena aib yang tercoreng akibat pergaulan anak gadisnya, bukan pula korupsi yang dilakukan sang ayah atau sejenisnya. Antum pun tertegun sesaat, sembari menggeser posisi sajadah yang mulai ‘kumal’ di ujungnya, pertanda sering dipakai sujud. Tarikan nafas perlahan berusaha menghadirkan segenap molekul tubuh, dalam ‘perjalanan cinta’ yang akan antum lakukan, menemui zat yang antum akui sebagai Ilah, zat yang padaNya, semua harap dan cinta bermuara. “Yaa ayyuhal-ladziina aamanuu, hal adullukum ‘alaa tijaarotin tunjiikum min ‘adzabin aliim? Tu’minuuna billaahi wa rosuulihii wa tujaahiduuna fi sabiilillah …” lamat-lamat lantunan kalam ilahi itu kembali menyita perhatian antum. Suara itu mengalun syahdu diiringi sesekali isak tangis, seirama dengan tiap kata yang terucap. Pemiliknya tak lain adalah pemuda tetangga sebelah kiri rumah antum. Perniagaan yang menguntungkan … Rabb … indah nian ni’matMu pada kami yang hina ini. Takbiratul ihram pun antum lantunkan penuh kasyahdua., Kesyahduan yang membawa rindu membuncah, bertemu dengan Rabb sekalian alam.
Suara adzan di masjid mengakhiri untaian do’a panjang antum. Sebuah doa yang berisi pengaduan akan begitu banyak kelemahan dan kesalahan diri, dalam mengemban amanah menjadi khalifah Allah di bumi, amanah yang sebelumnya ditolak oleh seluruh langit dan bumi. Do’a itu berharap pula akan pertolongan Allah untuk para mujahidun di berbagai belahan bumi. Mereka … para pahlawan sejati yang telah menukar Ridha Allah dengan harta, tenaga, dan jiwa mereka. Mereka … para petarung yang tak pernah surut walau selangkah, dan tak pernah henti walau sejenak. Mereka yang dengan lantang selalu meneriakkan: ALLAHU AKBAR!!! Dalam tiap ritme perjuangannya. Hampir saja antum tidak mendapat tempat dalam barisan jamaah shalat shubuh, karena antum tiba terlambat, tepat saat muadzzin membaca iqomat. Seluruh jamaah berdiri dalam shaf yang rapi. Pakaian rapi melengkapi wajah-wajah teduh yang selalu terbasuh air wudhu itu. Allah … serasa shalat bersama jamaah para shahabat, degan Rasulullah SAW menjadi sang imam. Kerinduan akan jannahNya semakin membuncah. Jam menunjukkan pukul tujuh ketika antum membaca doa keluar rumah, dan mengawali langkah dengan kaki kanan. Antum akan menuju kampus hari ini. Di halte, bus kampus berhenti ‘menjemput’ antum. Dengan riang antum menyapa pak sopir lewat salam : “assalamu’alaikum pak, shobahal khoir …”. Tentu antum tak perlu berkelit kesana kemari menghindari bersentuhan dengan non-mahrom, karena bus hanya terisi kaum sejenis dengan antum; Tak Ada Ikhtilath! Sampai di kampus, antum menikmati kuliah dengan tenang, tanpa harus khawatir akan terkena zina mata, zina hati de-el-el, karena semuanya berjalan dalam sebuah sistem qurani. Setiap bahasan akan mampu meningkatkan ruhiyah antum. Satu lagi … semua fasilitas dapat antum nikmati GRATIS!, karena zakat, infak dan shadaqah kaum muslimin lebih dari cukup untuk membiayai semuanya. SUBHANALLAH ….!!! Innamal Mu’minuuna ikhwah … Hari itu antum lalui dengan aktivitas yang membangun ‘kesalihan pribadi dan ummat’. Antum saksikan pula bagaimana Allah memenangkan hambaNya lewat ukhuuwwah yang terangkai indah. ISLAM ADALAH RAHMATAN LIL ‘ALAMIN. Sekarang … buka lah mata antum, lihat lah kembali realita! Ternyata, kita belum dalam dunia indah tadi! Kita masih di sini! Di Sumatera, di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua … yang masih menanti perjuangan para mujahid. Kita masih berjuang di sini! Di FKI Rabbani, Salam, Gamais, JN UKMI, JMMI, Pusdima, Sentra Kerohanian Islam, UKM Birohmah, dan lainnya. Berjuang lewat wajihah LDK tuk sebuah tujuan mulia: TEGAKNYA IZZAH ISLAM WAL MUSLIMUN! Dan … perjalanan perjuangan itu ikhwah. Masih jauh … hampir tak bertemu ujung. Penuh aral nan melintang, penuh onak dan duri. Karena Langkah ini adalah langkah-langkah abadi, Menapak tegak laju tanpa henti. Tak pernah rasa rugi menapak jalan ini, Syurga Allah menanti Sekali lagi ikhwah, kita masih di sini! Di jalan dakwah ini! Kita di sini untuk berjuang! Setia mengusung cita: HIDUP MULIA ATAU SYAHID MENGGAPAI SYURGA! Karena itu ikhwah … Mari berkarya, dengan yang terbaik yang kita punya tentunya. Jangan pernah malas dan jemu berkorban untuk perniagaan ini! Berjuanglah ikhwah! Dan teruslah berjuang! Sampai Allah, RasulNya dan orang-orang mukmin menjadi saksi akan perjuangan itu. AllahuAkbar!!! ukhti uni Eramuslim, 19/02/2004
|