Tuesday, May 30, 2006
The Greatest

The greatest sin is fear

The greatest recreation is work

The greatest calamity, hopelessness

The greatest bravery is patience

The greatest teacher is experience

The greatest secret is death

The greatest honor is faith

The greatest profit is good child

The greatest present is influence

The greatest capital is self-reliance


----


Dosa terbesar adalah ketakutan

Rekreasi terbaik adalah bekerja

Kesulitan terberat adalah keputusasaaan

Keberanian terhebat adalah kesabaran

Guru terbaik adalah pengalaman

Rahasia yang paling berarti adalah kematian

Kehormatan terbesar adalah kepercayaan

Keuntungan terbaik adalah anak yang sholeh

Pemberian yang terbaik adalah partisipasi

Modal terbesar adalah rasa percaya diri


Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra [35-40H/656-661]

Khulafaur Rasyidin -The leader of Moslem


posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤14:20   1 comments
Wednesday, May 24, 2006
Kalung Anisa
Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia Lima tahun. Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya. Tapi... Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli.

Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik. Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya. "Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini ? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... " Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp 15,000.

Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas.Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten... "Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki Kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu,Ibu akan potong uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju ?" Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya. "Terimakasih..., Ibu" Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur.Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab,kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau...

Setiap malam sebelum tidur, ayah Anisa membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya "Anisa..., Anisa sayang Enggak sama Ayah ?" "Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !"

"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu..."Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil "si Ratu" boneka kuda dari nenek... ! Itu kesayanganku juga "Ya sudahlah sayang,... ngga apa-apa !". Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa. Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, "Anisa..., Anisa sayang nggak sih, sama Ayah?"


"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah?"."Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung mutiaramu."
"Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.."Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.

Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke kamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan. air mata membasahi pipinya..."Ada apa Anisa,
kenapa Anisa ?"


Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangan-nya.
Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya " Kalau Ayah mau...ambillah kalung Anisa" Ayah
tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan
sebentuk kalung mutiara putih...sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa..."Anisa... ini untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya,
tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau"



Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.



Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T. terkadang Dia meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila
harus kehilangan. Untuk itulah perlunya sikap ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan menggantinya dengan yang lebih baik.

nn

posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤14:12   0 comments
Friday, May 12, 2006
Antara Kita dan Bunda
Pernahkah kita duduk dan mendengarnya bercerita tentang kisahnya hari ini? Bagaimana repotnya membuat menu makanan hari ini, atau sibuknya mengurus adik kita yang balita, atau sedihnya karena mendapat jatah belanja yang dikurangi, atau kisah lainnya.

Tidak ada bahasa lain yang ia gunakan selain bahasa cinta. Meski ia tidak tahu bagaimana kisah cinta para pahlawan badar, atau pahlawan ahzab, namun ia tahu arti pengorbanan. Pernahkah kita tatap wajah bunda saat tidur? Guratan kelelahan tampak jelas di wajahnya, tapi tak sekali pun kita dapati bibirnya letih tuk tersenyum.

Hari demi hari ia lalui bersama kita dengan setumpuk harap. Meski mungkin raganya tidak bersama kita.

Kisah apa yang kita ceritakan padanya hari ini? Layakkah kita menceritakan kisah sedih, padahal segudang nikmat kita peroleh? Apakah artinya kesedihan, padahal kita mendapat nikmat yang banyak untuk diceritakan? Kenapa kita harus menceritakan tentang payahnya manajemen manusia, atau menurunnya kualitas dan kuantitas pahlawan, atau melempemnya daya juang….apapun itu bahasa kita? Padahal kita bisa bercerita banyak tentang hikmah keikhlasan atau buah kesabaran atau nikmat ilmu pengetahuan yang membuatnya yakin bahwa anaknya telah tumbuh dewasa.

"Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak…" (An nisa: 36)

"Katakanlah, 'Mari kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak…." (Al An'am : 151)

”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…….." (Al Isro: 23)

"Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk berjihad maka beliau bertanya "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" orang itu menjawab "Ya". Beliau bersabda " Dalam berbakti kepada keduanyalah hendaknya kamu berjihad" (Bukhori dan Muslim)

Semoga kita tidak pernah lupa untuk selalu mengecup tangannya di awal hari dan meminta do'a sambil berkata "Bunda, ananda minta izin pergi berjihad". Tunggulah sebentar, jika ia mengangguk tanda setuju maka berangkatlah. Jika tidak maka diamlah di tempat, kecuali sangat mendesak. Jika mengangguk tapi kau dapati wajahnya tidak setuju dan kau tahu ia begitu mengharapkan engkau tinggal, maka diamlah di tempat kecuali sangat mendesak…. "Dan berbakti kepada keduanyalah hendaknya kamu berjihad"….

Apakah karena ia tak mengenal semboyan para pejuang, lantas kita tak membutuhkan nasehatnya untuk menciptakan atau meneruskan perjuangan? Apakah karena zaman ini adalah zaman informasi sehingga kita tak butuh kebijakan orang-orang zaman "retro"? Bukankan sejarah itu di putar, seperti berputarnya kehidupan ini? Apa salah kalau kita meminta sarannya tentang manajemen konsentrasi dalam kuliah atau memotivasi manusia untuk berbuat baik atau memperbaiki kinerja kita dan organisasi? Sederhana bukan, hanya sebentar mengisi jadwal harian kita diantara agenda-agenda super penting lainnya, bercengkrama dengannya di awal dan di akhir hari. Sadarlah, kita sedang membangun sebuah rumah mungil di surga bersamanya…insya Alloh.

Ada atau tidak adanya pahala berbakti, mencintai dan mentaatinya dalam kebajikan adalah haq. Wajib bagi kita dan hak baginya. Karena kita adalah hamba Alloh, bukan hamba pahala.

"Suatu ketika aku tidur, bermimpi sedang berada di surga. Lantas aku mendengar suara seseorang yang membaca Al-Qur'an. Aku pun bertanya, 'Siapakah ini?' Mereka menjawab, 'Ini Haritsah bin Nu'man. Lantas Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah, 'Begitulah berbakti itu, begitulah berbakti itu.' Haritsah adalah seorang yang sangat berbakti kepada ibunya.

Pernahkah kita mendengar munajatnya di malam hari? Memohon keselamatan dan ketegaran kita dalam menapaki jalan kebenaran. Air mata meng-amin-kan doanya. Jika di kala malam, kita tidak mendapati ia bersujud di sejadahnya, maukah kita membangunkannya dan dengan lembut berujar, "Bunda, rahmat Alloh turun di waktu malam". Karena ku yakin engkau selalu terjaga di saat rahmat itu hadir, sahabat.

Di usianya yang lanjut, ketika penyakit mulai berdatangan, ia tak mampu lagi berpikir berat. Berbagi beban dengan sang ayah, atau ia pendam sendiri karena sang ayah tiada. Mungkinkah kita sanggup membasuh laranya, sedangkan cerita kita selalu sama, kekalahan? Insya Alloh, kan kita ganti cerita kita menjadi cerita tentang kemenangan.

"Sungguh nista, sungguh nista, sungguh nista!" Ditanyakanlah, "Siapakah, Wahai Rasululloh?" Beliau bersabda, "Siapa yang menjumpai kedua orangtuanya dalam usia lanjut baik salah satu atau kedua-duanya, namun ia tidak masuk surga"

Semoga kelak kita kan menikmati rumah mungil itu di surga…!


Di hari ketika harus pergi…

20 April 2006

Dika Amelia Ifani



posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤08:36   0 comments
Monday, May 08, 2006
Hayya bil Jihad

(berjihadlah, wahai ikhwah Al-iman!!)


00.00

00.10

00.30

01.00

01.10

Sesaat ku terjaga.

Kusadari bahwa ruh ini ternyata tak lagi satu bilik dengan jasadnya.

Kumenangis tanpa airmata.

Ku tergugu tanpa sedu.

Ku berteriak tanpa suara.


---

BLARR!!


Dentuman mortir dan desing peluru membuyarkan lamunanku. Ku terjaga dalam keterjagaanku yang fana. Namun...

Kenapa amunisiku masih utuh??

Kenapa bajuku tidak lusuh??

Kenapa keringatku belum menetes??

Kenapa kulit tangan dan wajahku belum tergores??

tujuh detik kemudian...

Aku kembali sadar saat mikro detik berbicara,

Aku melihat, sebuah peluru meluncur

Entah jantung, entah otak manusia yang ditujunya

Saat itu, aku ingat, aku belum memuntahkan peluru walau sebutir

Kutegaskan lagi, aku belum memuntahkan satu peluru pun!!

Kutertegun dalam kepastian..

Ternyata sepersekian detik lagi peluru itu akan menembus daging dan tulang

Tepat diantara kedua mataku.


Temaram rembulan, 13 april 06

AlFakir Wa-AdDhaif ila-Allah

13104xxx

posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤12:38   0 comments
Tuesday, May 02, 2006
Berbuatlah, Agar Mimpi Menjadi Realita
Pada suatu hari, sekumpulan orang terlihat sedang membahas sesuatu di dalam ruangan laboratorium. Mata mereka memancarkan semangat, bercahaya dan penuh dengan cita. Suara mereka riuh-rendah tapi terkadang terdengar senda gurau yang mewarnai perbincangan diantara mereka. Mereka tidak sendiri, ada kelompok lain yang melakukan diskusi di tempat lain. Kali ini di kantin kampus. Apa yang dilakukan orang di kantin kampus ? Selain makan tentunya ... Seperti yang dilakukan kelompok sebelumnya, kelompok ini pun berdiskusi dengan semangat. Lagi-lagi mata mereka memancarkan sesuatu. Terakhir, sekelompok orang berada di pinggir sebuah masjid, masih dengan diskusi yang sama-sama membuat mata mereka memancarkan cahaya. Cahaya apakah yang terpancar dari tiga kelompok diatas ? Kayak pertanyaan guru IPA aja ... Pernahkah kita melihat mata orang yang sedang bersemangat ? Mata mereka mamancarkan cahaya, cahaya yang disebut sebagai semangat, harapan, cita, dll.

Terus ... apa yang istimewa dari cahaya dan semangat ? Sebentar ... ceritanya kan belum “the end”. Tahukah kalian apa saja isi pembicaraan mereka ? Walaupun berbeda dalam konteks penerapannya, tema pembicaraan mereka hanya satu, “ISLAM”. Ilmu, teknologi, seni, syiar, dakwah, kaderisasi, siyasi, muamalah, ibadah, hukum, masyarakat, dll. Terus ... apa perbedaannya dengan kita ? Kita juga melakukan hal sama. Yakin ? Uniknya, temanya tidak bisa dikelompokkan seperti biasa, karena pembicaraan diantara tiga kelompok tersebut TIDAK PARSIAL. Ketika kita berusaha untuk menyimak pembicaraan mereka maka ketiganya saling berhubungan, membentuk sebuah bangunan. Bangunan yang dahulu hanya berupa CITA dan IDEALITA. Kini, mereka membangun sebuah REALITA. Masih merasa kita sama dengan mereka ?

Teman, tidakkah terbayang di mata kalian bahwa suatu saat nanti Islam akan mewarnai kehidupan kampus ITB, bangsa Indonesia, atau bahkan dunia. Zaman yang kemudian membuat lidah manusia hanya mengucapkan kalimat yang baik, menampakkan wajah yang bahagia, dan tidak berbuat sesuatu kecuali yang diperintahkan oleh ALLAH. “Mimpi ... itu semua mimpi ...”. Teman, tidakkah terbayang oleh kalian surga ? Bahwa kalian akan menjadikan surga sebagai tempat kembali. Bahwa tetangga kalian adalah orang-orang yang beriman. Bahwa keadilan akan ditegakkan. Bahwa semua kebaikan yang kalian lakukan akan dibayar. “Nantilah ... masih lama ...” Temen, tidakkah terbayang oleh kalian neraka ? Bahwa kilatan apinya akan menghabisi tubuh kita ? Bahwa ia ada sebagai “hadiah” bagi orang tidak mengikuti perintahNya ? “Serem amat sih ? Nyantai ... Allah Maha Pengasih ...”

Teman, apa yang akan terjadi ketika Islam tidak lagi ada di kampus ITB ? Teman, bagaimana rupa kampus kita ketika orang-orang merelakan waktu salatnya karena sibuk di laboratorium ? Teman, seperti apakah musola dan masjid ketika tidak ada lagi yang mengisinya, karena setiap orang sibuk dengan diri mereka sendiri. Teman, seperti apakah kita ketika non muslim merajalela di setiap laboratorium ? Bagaimana wajah dunia kelak ? Teman, seperti apa kampus kita ketika orang-orang yang menjadi tangan kanan dosen berada di pihak kita-Islam ? Teman, bagaimana kalau orang-orang beriman yang kompeten itu kemudian terjun ke masyarakat, apa yang akan terjadi dengan Indonesia ? Tidakkah pertanyaan itu mengusik alam bawah sadar kalian hingga cukup kuat menggerakan seonggok daging untuk bergerak, mengubah MIMPI menjadi REALITA.

Kita tidak selamanya berada di persimpangan jalan. Kita ada untuk beribadah kepadaNya. Ibadah yang bukan sekedar melafadzkan kalimatNya dengan lidah kita tapi dengan karya nyata yang mampu menunjukan LOYALITAS kita pada ALLAH. Itu bukan mimpi. Kita tidak harus menunggu ribuan tahun untuk mewujudkannya. Kita bisa melakukannya sekarang, dengan apa yang telah kita miliki sekarang. Apa ? Apa yang bisa kita lakukan ?

Pertama, jadilah orang yang beriman dan memiliki kompetensi. Hal ini tak semudah membalikan telapak tangan, atau tak semudah mulut berkata, atau tak semudah mengedipkan mata, dll. Tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Jadilah orang yang selalu berusaha untuk dekat dengan Allah. Seorang akhawat pernah berkata, ”Agar kita selalu dekat denganNya maka perhatikan kondisi Amal Yaumian kita”. Minimal 1 juz per hari, minimal 1 kali Al Ma’tsurat per hari , minimal Qiyamul lail, minimal shaum Senin-Kamis, minimal berinfak (walau seada uang di kantong). Jadilah orang yang memiliki kompetensi. Seorang Akhawat lain pun pernah berkata, “Saya ada di kampus ini karena Allah mengizinkannya, karena saya ingin belajar tentang ilmu Allah, menjadi bagian dari barisan orang-orang yang berbuat tidak sekedar berkata.” Kurangi waktu tidur ... jangan berdalih capek hingga kita merelakan waktu belajar kita dengan tidur. Karena Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela hingga kita mengikuti mereka.

Kedua, ajaklah orang lain untuk sama-sama beriman dan memiliki kompetensi. Teman, kita bersama dengan orang lain bukan tanpa tujuan. Kita bersama mereka agar kita bisa pulang ke tempat yang sama, surga. Oleh karena itu, ketika adzan memanggil ajaklah teman kita untuk salat. Ketika kita membaca Al Qur’an dan merasakan indahnya kalimat-kalimat Allah, berbagilah dengan saudara kita yang mungkin tidak mengenal huruf AL Qur’an, untuk membacanya bersama, agar bahagia juga miliknya. Ketika kita berusaha untuk mendalami ilmu Allah di perpustakaan, kantin, masjid ... maka ingatlah bahwa ada orang yang juga berhak untuk mengikutinya. Ajaklah saudara kita untuk bersama-sama mendalami ilmu Allah. Agar kelak bisa sama-sama berbuat untuk apa yang sudah diamanahkan kepada kita, karena manusia tidak sempurna.

Ketiga, warnai kampus ini dengan iman dan kompetensi yang kalian miliki. Kalau selama ini Islam selalu terpinggirkan maka sudah saatnya Islam kembali berjaya. Tunjukkan bahwa orang-orang yang berada di belakang sebuah pameran ilmu dan teknologi adalah orang-orang yang juga senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Bahwa orang-orang yang berjibaku dengan kebangkitan gerakan mahasiswa adalah orang-orang yang menjadi tangan kanan para dosen. Tunjukkan pada dunia ... kita mampu bersaing dengan kampus-kampus dunia ... Harvard, Oxford, MIT, Tokyo University, ... karena mahasiswanya tidak hanya memiliki KOMPETENSI tapi juga memiliki IMAN.

Terakhir, ulangi langkah 1 – 3 setelah keluar dari kampus dengan skala yang berbeda. Karena dakwah tidak berhenti di kampus kan ? Pembicaraan masalah ini bisa disambung lagi nanti.
Kembali ke cerita di paragraf pertama dan kedua. Cerita tersebut belum TAMAT karena pelakunya adalah kita. Bahkan mungkin baru saja dimulai. Tapi kita tentunya ingin cerita itu berakhir dengan BAHAGIA. Oleh karena itu, kita akan melakukan kerja nyata mulai saat ini, dari diri sendiri agar ceritanya bisa HAPPY END ... karena kita adalah pemainnya.

Grace Monica
posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤12:49   0 comments

about me
dakwah bukan hanya amanah dan kesempatan, melainkan juga sebuah anugerah. dan karenanya pula manusia berhak untuk menikmati indahnya...
Udah Lewat
Archives
Rosail

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang maâ??ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ..."
(QS. Ali Imran [3] : 110)

"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik ..."
(QS. An Nahl [16] : 125)

Links
Beranda

Berbagilah, karena cerita ini akan menjadi hikmah bagi saudara kita. jangan kau simpan itu, dan tidak membuat saudaramu merasakan nikmatnya kisahmu...

cerita.dk@gmail.com
subyek: cerita...


Blog ini makin hidup, jika kita menjalin pertisipasi bersama. Seperti halnya sebuah rumah teduh, dengan kicauan burung di berandanya

Komentar

Kontributor
Ingin Menjadi kontributor? Silahkan kirim mail kesanggupan dengan nama jelas.
Kesan

Free shoutbox @ ShoutMix

Now, online visitor(s)
Pengunjung


Cerita Dakwah Kampus

Feed on
Post-rss
Post-default
Comments-default
Designed-By

Visit Me Klik It
Credite
15n41n1