Tuesday, June 27, 2006 |
Putih dan Hitam |
Kasihan orang yang tidak tahu bahwa putih itu bertingkat Kasihan orang yang tidak tahu bahwa hitam itu bertingkat
Kasihan orang yang tidak tahu bahwa selain putih, masih ada hitam Kasihan orang yang tidak tahu bahwa selain hitam, masih ada putih
Padahal putih itu bertingkat, dari putih yang abu- abu hingga yang paling suci Padahal hitam itu bertingkat, dari hitam yang abu- abu hingga yang paling pekat
Mungkin ada yang memilih putih, karena sedari lahir dia tahunya dunia hanya putih Mungkin ada yang memilih hitam, karena sedari lahir dia tahunya dunia hanya hitam
Padahal diantara putih, jika dilihat seksama, ada noktah hitam di dalamnya Padahal diantara hitam, jika dilihat seksama, ada noktah putih di dalamnya
Hanya karena mayoritas, bukan berarti yang minoritas akan dilupakan Hanya karena minoritas, bukan berarti yang mayoritas akan melupakan
Mungkin di putih, ada hitam yang merasa aman , dia tidak ingin keluar, padahal bisa Mungkin di hitam, ada putih yang merasa jera, dia sangat ingin keluar, tapi tidak bisa
Sebegitu mudahkah menilai putih ? Sebegitu mudahkah menuduh hitam ?
Beruntunglah yang memilih putih karena tahu bahwa ada yang hitam sebelumnya Bahagialah yang sudah paham bahwa putih pun masih bertingkat- tingkat
Bisakah putih berubah menjadi hitam ? Dapatkah hitam berbalik menjadi putih ?
Bisa ! Semua masih bisa Saudaraku……
Manusia sangatlah rumit… Manusia bukanlah sekedar hitam atau putih, kita punya keduanya Karena Dialah yang menciptakan kita untuk memimpin keduanya dan memilihnya
Hanya Allahlah yang berkuasa membolak- balik hati Saudaraku….
Semoga yang dikaruniai Allah tahu putih dan hitam Dia juga dikaruniai Allah kekuatan untuk merubahnya Dan bukan hanya diam saja Pasrah dan menangisi apa yang ada… Kasihan orang ini, lebih baik dia tidak tahu apa- apa Daripada tahu banyak tapi cuma diam saja, takut ! Bukan manusia itu namanya….
Tiada kemuliaan tanpa kekuatan !
|
posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤12:58 |
|
|
Militansi Ibadah |
Kisah ini dialami seorang aktivis muslim. Di akhir masa kuliahnya, ia sangat aktif di beberapa kajian. Selain itu, ia selalu mendapat panggilan sebagai nara sumber di berbagai seminar. Di tengah kesibukannya, namanya masih terdaftar pada posisi strategis di organisasi mahasiswa. Terkadang ia menyadari militansi ibadahnya mulai tak seimbang dengan mobilitas kegiatannya. Malah kenikmatan spiritualnya makin hambar karena sering terkontaminasi dengan pikiran sibuk yang selalu mengejarnya. Namun karena degradasi ruhiyyah yang terus terpuruk, ia mulai terpuruk di pinggiran khittah perjuangan yang pernah dibangun bersama teman-temannya. Kini idealismenya pupus ditelan kesibukannya.
Kisah seperti ini sudah memfenomena. Namun kita tidak berkompeten untuk mengeksploitasi fakta-fakta yang ada. Yang menjadi sorotan adalah kenapa masalah ini semakin menggejala. Kenapa dengan maksud berkiprah membenahi umat, malah militansi ibadah tergadaikan? Bila hal ini terus berlanjut, tentunya keindahan Islam tak akan tampak karena aktivisnya hanya mengandalkan kata-kata ansich. Tak ubahnya seperti pedagang nasi yang baju dan tangannya penuh dengan rona-rona kotor dan bau. Siapa yang mau beli ? Paling tidak, ada beberapa faktor yang harus dipertajam ketika aktivitas sudah mulai memburu para aktivis dakwah. Pertama, ladang dakwah adalah arena mencari ridho Allah swt. Bila ini menjadi sebuah kata kunci, kita akan mampu terus membuka ladang baru dengan kunci ini. Sebaliknya, bila kunci patah atau hilang dari benak kita, berhati-hatilah, petaka pasti akan terjadi. Ladang itu akan berubah menjadi ladang pembantaian ruhiyyah kita. Sebagaimana nasehat Rasul SWT bahwa dunia itu ladangnya hari akhirat. Maka upaya para aktivis dalam mengelola ladangnya adalah dengan mematok setiap jengkal tanah dan menanamnya dengan bibit unggul bermerek 'Allah oriented'.
Jangan beri kesempatan hama-hama perusak itu mendapat jatah hidupnya di ladang kita. Kita ingat benar dengan perasaan Hanzhalah ra yang merasa munafik karena ketika menggarap ladangnya ia terkadang lupa dengan pesan-pesan Rasul SAW yang selalu mengingatkan kepada surga dan neraka. Hal ini diadukan kepada sahabatnya Abu Bakar ra, yang ternyata menemukan kasus serupa. Akhirnya beliau berdua mengadu kepada Rasul SAW yang dijawab dengan, "...akan tetapi sa'ah wa sa'ah." Maksudnya, bagilah waktumu agar ada saat untuk ini dan ada saat untuk itu. Alangkah baiknya bila perasaan Hanzhalah ra ini bisa mengalir pada setiap aktivis melalui getaran-getaran jiwanya ketika ia mulai menggarap ladangnya.
Kedua, selalu bercermin kepada orang-orang salih pendahulu kita. Karena mereka adalah orang-orang sibuk yang waktu tidurnya tergadaikan untuk membina umat. Sebut saja cerita yang disampaikan Ibnul Qasim, salah satu ulama fikih di Mesir yang wafat tahun 191 H, "Aku pernah mendatangi Imam Malik sebelum waktu fajar. Kutanyakan kepadanya tentang dua masalah, tiga masalah, empat masalah, dan saya benar-benar melihatnya dalam suasana lapang. Kemudian aku mendatanginya hampir setiap waktu sahur. Terkadang karena lelah, mataku terkatup dan aku tertidur. Ketika Imam Malik keluar dari mesjid, aku tidak mengetahuinya. Kemudian aku dibangunkan oleh pembantunya sambil mengatakan, "Gurumu tidak tertidur seperti kamu. Padahal saat ini usianya telah mencapai empat puluh sembilan tahun. Setahuku ia nyaris tidak pernah shalat shubuh kecuali dengan wudlu yang dipakai dalam shalat isya. " (Tartibul Madarik,3/250)
Ada lagi cerita salah seorang salafus soleh yang mengatakan, "Aku pernah bangun pada waktu sahur untuk mempelajari Alqur'an pada Ibnu Akhram, seorang ulama Damaskus. Tapi ternyata kehadiranku telah didahului oleh sekitar tiga puluh orang. Dan aku belum memperoleh giliran sampai datang waktu ashar." (Nuzhatul Fudhola, 2/1145).
Akhirnya, membaca dan menelah hidup para salafussoleh itu perlu, karena mampu membangkitkan semangat baru dalam diri kita. Juga, membaca peri kehidupan mereka itu sama halnya dengan berziarah dan berhadapan dengan mereka, sehingga kita pun dapat barakah dari Allah karenanya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ibnul Jauzi rahimahulah, " Aku berlindung kepada Allah dari peri hidup orang-orang yang tidak punya cita-cita tinggi hingga bisa diteladani orang lain, yang tidak mempunyai sikap wara' yang bisa ditiru oleh orang yang ingin berzuhud demi Allah. Hendaklah kalian mencermati perilaku suatu kaum, mendalami sifat dan kisah tentang mereka. Karena memperbanyak meneliti kitab-kitab mereka adalah sama dengan melihat mereka. Bila engkau mengatakan telah mendalami dua puluh ribu jilid buku, berarti engkau telah melihat mereka melalui kajianmu terhadap tingkat semangat mereka, kepandaian mereka, ibadah mereka, keistimewaan ilmu mereka yang tak pernah diketahui orang yang tidak pernah membacanya…."( Qimatuzzaman indal Ulama :31 ). Ketiga, ketika beraktivitas, kita membutuhkan tenaga vital untuk menjamin keberlangsungan acara tersebut. Tenaga itu mencakup spiritual dan fisikal. Sedangkan tenaga spiritual adalah sebagai parameternya. Bila spiritual itu meningkat, otomatis tenaga fisikal akan terus mengimbanginya sampai ke puncak pas. Kalau istilah Syeikh Ahmad Rasyid, ".. sampai lutut-lutut itu bergemelutuk." Atau pameo lain mengatakan "Kanzi.. 'ajzi… " (Sampai yang digudangku itu habis… disitulah kelemahanku…). Untuk mendapatkan vitalitas itu, minimal harus ada sebuah tradisi spiritual khas yang dijadikan kesenangan dan kegembiraan jiwa. Sehingga jiwa ini penuh dengan vitalitas. Fisik pun sarat dengan mobilitas. Contoh yang sering kita dengar ialah kisah Imam Ibnu Taimiyyah. Ketika beliau berjihad melawan Tartar, kemampuan fisik beliau sangat tinggi melebihi rata-rata, sementara para mujahidin yang lainnya mulai melemah kehabisan tenaga. Melihat hal itu mereka bertanya kepada Imam,"Kira-kira apa sih rahasianya..?" . Beliau menjawab, "Ini adalah buah ma'tsurat yang selalu saya baca di pagi hari setelah shalat shubuh sampai terbitnya matahari. Saya selalu menemukan kekuatan yang sangat dahsyat setiap melakukan wirid itu. Tapi jika saya tidak melakukannya, saya akan merasa seperti lumpuh pada hari itu." Demikianlah tenaga dahsyat itu didapatinya dari sebuah wirid yang sudah menjadi tradisi spiritual khas pada setiap pagi dan petang. Kiranya masing-masing aktivis bisa menjaga beberapa tradisi spiritual khas, sesuai dengan kegembiraan hatinya dalam menikmati tradisi itu. Akhirnya, kita berharap semoga kita yang mungkin termasuk membawa bendera dakwah ini bisa menjaga militansi ibadah kita seperti para pendahulu kita yang tetap militan dalam bergerak.
Semoga.
Wallahu a'lam bis showab.
Oleh Fahmi Zubeir, Lc |
posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤12:58 |
|
Tuesday, June 20, 2006 |
Catatan Kesibukan… |
Saat ini, yang mesti kita gugah adalah tentang seberapa besar kita menempatkan Allah dalam hidup kita dan seberapa besar kita mementingkan Sesuatu Yang Paling Berjasa dalam hidup kita.
Sekarang coba amati catatan kesibukan kita. Apakah ada agenda “bertemu dengan Allah” 5 kali setiap hari? Apakah “perbincangan” dengan Allah kita agendakan 1 juz per hari? Apakah dalam catatan kesibukan kita ada “reminder” untuk bertemu secara khusus saat orang lain terbuai dalam kenikmatan yang sejajar dengan tanah? Padahal siapa yang menolong kita ketika akan terjatuh? Siapa yang mendengar keluhan sekecil apapun kala orang lain menganggap itu hal biasa? Siapa yang menegakkan kaki kita sehingga dapat berdiri dengan baik di hadapan orang lain? Siapa yang…. Siapa yang… Seberapa sibuk diri ini…, Sehingga lupa bahwa ada hari esok untuk direncanakan… Seberapa sibuk diri ini…, Sehingga tak ingat bahwa ada yang terus memelihara nafas kita setiap saat Seberapa sibuk diri ini…, Sehingga lebih gembira akan pujian manusia disbanding balasan dari Allah… Seberapa sibuk diri ini…, Sehingga merasa senang mengerjakan sesuatu karena kesombongan? Seberapa sibuk diri ini…, Sehingga tidak sempat memberi makanan pada ruh dan jasad kita? Seberapa sibuk diri ini…, Sehingga malas untuk mencari tahu keinginan Allah? Seberapa sibuk diri ini…, Sehingga tenggelam dalam akal tanpa bimbingan Rasul… Lihat kembali catatan kesibukan kita…. Lihat kembali catatan kesibukan kita…. Lihat kembali catatan kesibukan kita…. Atur kembali catatan kesibukan kita…, sekarang!!!
“Hanya orang-orang yang mementingkan Allah yang akan dipentingkan oleh Allah…”
(Al-Ankabut [29] : 69) Sahabat
|
posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤09:34 |
|
Thursday, June 15, 2006 |
Cerita dari Cibubur |
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.." (An-Nisa [4] : 9) Baru saja sebuah kegiatan keislaman besar di ITB berakhir, yaitu Diklat Mahasiswa Muslim (DMM) 2006. Diklat yang dilaksanakan di Cibubur, 4-11 Juni tempo hari adalah kegiatan diklat terbesar yang diselenggarakan oleh sebuah unit kegiatan mahasiswa. Dengan jumlah panitia 40an dan jumlah peserta, lebih dari 170 mahasiswa! Subhanallah.. Seperti halnya DMM pada tahun-tahun sebelumnya, pemateri-pemateri yang mengisi acara pun tokoh-tokoh yang sudah diakui. Ustadz Abu Deedat, Hilman Rosyad (DPR), Palgunadi, Fahmi Alloydrus, TA Sanny (ICMI), Hermawan KD (Ketua Asososiasi Masjid Kampus), Trainer Trustco dan lainnya. Sayangnya, Hidayat Nur Wahid dan Hatta Radjasa membatalkan hadir sehari sebelumnya karena kesibukan mendadak. Tapi, bukan semata karena materi wah yang menjadikan DMM menjadi berkesan. Sebuah "komunitas terbayang", yang dibangun selama 7 hari menjadikan semua yang terlibat memiliki kesan-kesan mendalam tersendiri. Belajar berkebiasaan baik, mengisi waktu dengan ibadah, banyak berdzikir, tidur "cukup", bangun akhir malam untuk menegakan sholat dan tentunya, belajar untuk memahami serta melaksanakan ukhuwah islamiyah. Banyak pihak yang awalnya kurang ngeh dengan islam, dakwah menjadi tercerahkan sesudahnya. Walaupun tidak ada ada yang pernah menjamin, bahwa pasca DMM mereka-mereka masih tetap seperti kala DMM, setidaknya orang yang pernah ikut akan berbeda daripada yang tidak pernah ikut sama sekali. Sebagai bekal awal, kegiatan ini cukup. Selanjutnya bisa menjadi ladang amal dan pembelajaran untuk tetap berada pada jalur kepahaman tersebut. Betapa Allah sangat tidak menyukai orang yang meninggalkan generasi-generasi lemah sesudahnya. Dan DMM, adalah sebuah wasilah melakukannya. Memang bukan hanya DMM, tapi setiap kegiatan pasti memilki ciri khas. Dan DMM punya keunikan itu. Beberapa orang lebih dari 1 kali ikut DMM, sebagai peserta di tahun pertama, berikutnya sebagai panitia dan mentor di tahun ketiga. Apa yang membuat mereka melakukannya selain hal-hal diatas? Apa lagi yang lebih indah selain menjadi perantara bagi munculnya orang-orang baru yang menyeru perkataan paling baik? Dan kegiatan "besar" apa lagi selain DMM di kampus ini? Apalagi bagi orang-orang "tahap akhir", dimana ini adalah tahun penutup dalam kehidupan kampusnya. Dengan karakteristik DMM tersebut, tidak salah menjadi "pengabdian terakhir" sekaligus menikmatinya (baca: nostalgia) sebagai orang-orang akhir. Tidak perlu membuat sebuah kumpul-kumpul sendiri, acara makan-makan atau kangen-kengenan akhir. Di DMM, semua bisa dilakukan. Bahkan lebih bermanfa'at bagi orang-orang lain. Materi yang selalu berbeda kesan setiap mendapatkannya, membangun generasi penerus yang lebih kuat, aktivitas memasak menjadi milik bersama dan semua keindahan ukhuwah bisa terjadi disana. Pernah mendengar seorang kakak berujar dua tahun lalu, " ini adalah kegiatan terakhir kita di kampus, karena tahun depan bukan masa kita. Maka, nikmatilah setiap momennya. Karena kta tidak akan lagi mendapatnya tahun depan". Sesak, ketika ternyata tidak banyak dari sahabat dekat-ku yang datang di Cibubur. Sahabat yang masuk kampus bersama, menjalani "proses-proses transformasi" bersama, serta masuk bersama dalam sebuah "forum". Padahal sebuah keyakinan muncul, bahwa kita akan senantiasa rindu menikmati momen-momen itu. Pun banyak pihak yang merindukan juga, betapa kampus memberikan warna terbesar dalam fragmen hidupnya. Innamal a'malu bin niyat... semua amal bergantung niatnya, semoga sahabat-sahabat ku yang tidak bisa lagi bersama di saat-saat terakhir, bukannya tidak punya waktu karena sangat sibuk dengan dirinya atau karena sudah tidak dibutuhkan lagi disana. Tapi karena memang ada hal yang benar-benar mampu menjadikannya bisa menjadi orang-orang yang lebih baik, dan banyak bermanfa'at bagi manusia lainnya. Namun seringkali kita tenggelam karena suatu kegiatan. Jikalau kita bekerja, maka bisa jadi pekerjaan kita menghabiskan sangat banyak waktu kita. Apabila kita sedang mengerjakan sebuah project, maka itu yang menguras habis-habisan konsentrasi kita. Padahal, masih banyak yang bisa kita lakukan. Tidak harus hal-hal yang besar. Membaca buku, berbagi (membina atau menulis misalnya), belajar kehidupan, silaturrahim atau menjadi guru ngaji adik-adik serta banyak "aktivitas manusia" lainya. Betapa potensi manusia yang luar biasa, tertutup atas nama kesempatan, resiko atau prioritas. Akhirnya, kalaupun timbul keheranan, pengharapan tak berbalas, semoga Allah akan menggantikannya di momen lain nantinya. Entah kapan. Hanya do'a terpanjat, semoga diri ini dan sahabat-sahabat bukan termasuk orang yang membuat suatu aktivitas menjadi segala-galanya..., Yaa Robbana...
Trian
|
posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤15:03 |
|
Saturday, June 10, 2006 |
Sinar Rayyan |
Wajahnya berkelebat begitu saja dalam hari-hari yang saya lalui. Yang saya tahu hanya bahwa “Hmm..dia ADK yang aktifnya “cuma” di LDD...”. Dengan minimnya pengetahuan saya akan sepak terjangnya, saya pun tak berminat untuk tahu lebih jauh..”Beda medan”, batin saya.. Sekitar 1,5 tahun yang lalu, yang saya ingat kami pernah dipertemukan sejenak dalam suatu kepanitiaan walimahan.Yah..kurang lebih begitu. Hingga saat itu saya tidak tahu namanya. Dari sosoknya yang kalem, saya sangkakan dia tipikal ikhwan “lembe-lembe toyo”( lembek, pen.) sebagaimana jamaknya ikhwan hare gene...yang “teronggok” entah di kantong bumi mana...Buktinya?? Kan saya tidak pernah melihat beliau jungkir balik di kemahasiswaan maupun di Gamais.. Di suatu siang di lorong tangga Salman. Seorang Bapak setengah baya dengan baju agak lusuh mendatangi saya dan teman-teman yang sedang bersantai. “Permisi... kalo tempatnya ****** ******* (menyebutkan salah satu nama LDD, edt.) itu dimana ya?” Kami bingung... “Di kampus, Pak..” jawab kami dengan bahasa yang kira-kira mudah dipahami “Saya cari Mas Rayyan (tentu bukan nama sebenarnya)” Saya bingung..Saya tidak tahu Rayyan yang dimaksud yang mana... Teman saya lalu menyahut.. “Oooh Mas Rayyan...” “Itu lo Teh..Mas Rayyan yang Tugas Akhirnya dipakai buat salah satu program PM KM..” “Meneketehe”...batin saya.. Selama menunggu Rayyan, sang Bapak terus bercerita tentang sosok Rayyan.. “Mas Rayyan itu orangnya baik..Jarang ditemui pemuda seperti beliau sekarang ini’ “Saya sampe malu sama dia..Saya sering sekali dibantu sama dia” “Waktu itu saya hampir diusir dari rumah kontrakan karena belum bayar..Lalu dia yang menolong saya” “Saya ndak kebayang tidur dimana kalo waktu itu diusir..” “Mas Rayyan itu kapan lulusnya ya?” Kami yang terkesima dengan cerita beliau menjawab dengan sok tahu.. “InsyaAllah Juli tahun ini” Lalu Bapak tersebut berkisah tentang anak perempuannya yang cerdas dan lucu...yang ia perjuangkan untuk terus sekolah. Lagi-lagi Rayyan menjelma jadi pangeran berhati emas dalam kehidupan Sang Bapak dan anak perempuannya yang lincah itu. Rayyan membantu Bapak dalam membayarkan SPP anaknya. Sang Bapak mengakhiri ceritanya dengan serentet doa untuk Rayyan “Moga-moga jadi orang sukses...dapet jodoh yang baik...cepat lulus” Kami mengamini sepenuh hati.......Panjang sekali...sampai tak terdengar........Cerita tentang Rayyan mulai mengusik paradigma dan sisi kontemplatif saya. Tak lama sesosok pemuda lingak-linguk di koridor selatan...sang Bapak sontak berseru “Itu Mas Rayyan..” Ternyata itu tho yang namanya Rayyan. Wajahnya tidak asing lagi. Ya, wajah yang kusangka sebagai ikhwan “lembe-lembe toyo” itu ternyata bernama Rayyan. Rayyan tampak malu melihat Bapak tersebut berkumpul bersama kami. Wajar saja dia malu, sebab menurut cerita Sang Bapak, Rayyan tidak mengizinkan Bapak untuk menceritakan pertolongan yang diberikannya pada orang lain... Belakangan aku tahu bahwa Rayyan merupakan sosok kunci yang berperan menjadikan LDD jurusannya berjaya. Jaket LDD jurusan Rayyan menjadi kebanggaan..yang mampu menyatukan muslim dari berbagai pemikiran dan harokah. Belakangan pula secara tak sengaja aku tahu dari adik kelasku bahwa Rayyan berasal dari SMA Garuda Mas (tentu juga bukan nama SMA yang sebenarnya), sekolah ternama di bilangan negeri ini. ................................................ Cisitu...di suatu hari... “mau aktif di Al Jihaad gak? Jadi pengajar anak-anak di masjid?” tawar Esa padaku “Mau..mau” jawabku semangat “ Kalo mau coba kamu hubungi Rayyan..Dia aktif ngajar di situ..Kenal Rayyan kan?” Aku tercenung-cenung.... “Sumpe ni orang...! Namanya bergema dimana-mana...” Saya yang seringkali merasa telah jungkir balik dalam rapat dan debat setiap sore demi kemahasiswaan yang lebih baik tiba-tiba merasa tertohok...merasa kecil dan tiada berarti oleh sosok bernama Rayyan ini. Serpihan kisah tentang Rayyan yang datang tanpa diminta ke telinga ini membuat saya merenung dalam-dalam. Rayyan mengesankan saya dengan amalnya yang sederhana...dengan perhatian yang diberikannya pada sekeliling..dengan kekonkretan yang selama ini hanya jadi wacana dan damba saja. Selama ini saya biasa berpikir besar...megah..magrong.., dan konseptual..Sementara di luar diri ada jutaan problema sederhana yang tak terjamah. Padahal, mungkin hanya butuh ketulusan dan sentuhan hati saja dalam menyelesaikannya..Rayyan memberikan pelajaran pada saya bahwa mendakwahkan Islam tidak cukup hanya dengan program, DF bukan hanya sekadar dengan jabat tangan dan menepuk-nepuk pundak sebagai formalitas belaka...dan yang terpenting..Rayyan mengajarkan pada saya tentang indahnya bersinar dalam diam....Wallahu a’lam bisshowab (Kaoru)
Dikutip dari Tawazun |
posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤14:15 |
|
|
Sebuah Refleksi… |
Ikhwan dan Akhwat Fillah, Secuplik perjalanan kita akan segera berakhir, berlanjut episode baru. Satu hal yang teramat-amat kusyukuri dalam menempuh perjalanan bersama kafilah da’wah ini adalah aku bisa mengenal Antum dan mendapati Antum sebagai teman seperjuanganku. Telah begitu banyak yang kita dapatkan bersama di jalan da’wah ini dan kalau aku boleh jujur mengatakan bahwa sungguh kebahagiaan utamaku berada dalam setiap tegur sapa, canda riang dan nasihat antum. Saat-saat yang kita habiskan bersama adalah saat-saat dimana aku semakin memahami hakikat perjuangan.Dan disitulah aku merasakan indahnya mencintai Antum karena Allah. Ikhwan dan Akhwat fillah, Telah banyak yang Antum tahu tentang diriku, kealpaanku, kekuranganku, bahkan aib-aibku. Ya…Antum tahu itu semua tapi Antum tetap bersabar denganku, bersabar dengan aib-aibku, bahkan Antum tetap menjaganya dari orang lain yang belum mengenalku. Teringat dengan sebuah ayat “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang –orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya…” Itulah yang Antum lakukan selama ini… Sungguh, aku tak mampu membalas itu semua kecuali mengharap sepenuh hati kepada-Nya akan perlindungan dan kasih sayang-Nya yang tiada terbatas untuk Antum… Izinkanlah aku mengucapkan Jazakumullahu khairan katsiraa… Ikhwan dan akhwat fillah, Episode perjalanan yang tersisa hitungan minggu ini membawaku ke dalam perenungan panjang. Antum ingat kisah saat-saat terakhir qudwah kita, Rasulullah, sebelum malaikat maut menjemputnya? Tiada yang Ia tinggalkan kecuali berjuta kebaikan dan kenangan manis di hati sahabat-sahabatnya bahkan di hati umat Islam hingga akhir zaman kelak… Begitu pula yang kuharapkan…sungguh besar keinginanku melewati sisa waktu ini bersama Antum, bersama-sama menorehkan jejak-jejak yang indah dalam perjalanan panjang ini…bukankah tiada batas waktu dalam da’wah? Ikhwan dan akhwat fillah, Ingatkah Antum saat-saat pertama kita memulai perjalanan ini dengan sejuta asa, harapan dan cita-cita yang agung dan mulia? Hitungan minggu yang tersisa bukanlah waktu yang pendek untuk melaksanakan proyek-proyek da’wah…Hitungan minggu yang tersisa adalah waktu yang amat berharga untuk mengukir prestasi da’wah yang besar, yang akan kita wariskan kepada generasi-generasi penerus kita kelak… “Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para nabi atau syuhada. Para nabi dan syuhada iri kepada mereka. “ Ketika ditanya para sahabat, Rasulullah menjawab, “Mereka adalah oorang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah, dan saling kunjung karena Allah.”(HR. Tirmidzii)
Sahabat
|
posted by cerita dakwah kampus @ Permalink ¤13:31 |
|
|
|
about me |
dakwah bukan hanya amanah dan kesempatan, melainkan juga sebuah anugerah. dan karenanya pula manusia berhak untuk menikmati indahnya... |
Udah Lewat |
|
Archives |
|
Rosail |
"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang maâ??ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ..." (QS. Ali Imran [3] : 110)
"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik ..." (QS. An Nahl [16] : 125) |
Links |
|
Beranda |
Berbagilah, karena cerita ini akan menjadi hikmah bagi saudara kita. jangan kau simpan itu, dan tidak membuat saudaramu merasakan nikmatnya kisahmu...
cerita.dk@gmail.com
subyek: cerita...
Blog ini makin hidup, jika kita menjalin pertisipasi bersama. Seperti halnya sebuah rumah teduh, dengan kicauan burung di berandanya |
Komentar |
|
Kontributor |
Ingin Menjadi kontributor? Silahkan kirim mail kesanggupan dengan nama jelas.
|
Kesan |
| |